ZMedia

KISAH SEDIH SEORANG PRAMURIA

 


Semua orang di kampung ini mengenalku. Hamidah, gadis yang dulu mereka sanjung, kini kembali dalam keadaan yang tak pernah kuduga sebelumnya—berbadan dua, tanpa suami, tanpa kabar siapa lelaki yang bertanggung jawab. Aku tahu, mereka pasti bertanya-tanya, dan aku tak punya jawaban untuk mereka.

Sejak tiba di rumah, aku tidak pernah keluar. Bukan karena aku tak ingin, tapi aku tahu, langkah kakiku di luar sana hanya akan menambah beban di pundakku. Aku malu. Tidak hanya pada mereka, tapi juga pada diriku sendiri. Aku tidak pernah membayangkan hidupku akan seperti ini.

Dulu, aku berangkat ke kota dengan penuh harapan. Ingin mencari kerja, ingin mengubah nasib. Tapi siapa sangka, kota itu tidak seindah yang kubayangkan. Kota itu menelanku hidup-hidup, menjebakku dalam gelap yang tak kutahu cara keluar darinya. Lima tahun berlalu begitu saja, dan di tahun terakhir, aku harus menerima kenyataan bahwa di dalam tubuhku, ada kehidupan baru yang tak pernah kurencanakan.

Ketika perutku mulai membuncit, tempat itu tidak lagi menerimaku. Aku diusir, dilempar keluar begitu saja. Aku memohon, meminta sedikit belas kasihan. “Aku hanya butuh uang untuk pulang ke kampung, Bu. Tolong aku,” pintaku pada seseorang yang kupanggil ‘Mami’ selama bertahun-tahun.

Dia hanya tertawa kecil, sinis. “Uang didapat dengan bekerja, Hamidah. Kau tahu itu.”

Aku mengerti. Tidak ada belas kasihan di dunia ini. Dengan sisa uang yang kupunya, aku meninggalkan kota. Aku hanya ingin pulang.

Perjalanan pulang tidak mudah. Aku terombang-ambing dalam kendaraan yang tidak layak. Duduk berdesakan dengan barang-barang, bahkan hewan ternak. Tapi aku tidak peduli. Yang penting, aku bisa kembali.

Ketika roda kendaraan mulai melewati jalanan yang kukenal, napasku terasa berat. Aku kembali ke tempat yang dulu menyambutku dengan hangat. Tapi kali ini, aku kembali dengan beban yang tidak ringan.

Bagaimana ibuku akan menerimaku? Bagaimana wajah-wajah yang dulu ramah kini akan memandangku? Aku tidak tahu. Aku memeluk perutku yang mulai membuncit. Hanya ini yang pasti dalam hidupku sekarang. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi, tapi aku harus bertahan.

Mobil yang kutumpangi berhenti di jalanan sepi. Aku mendengar suara langkah kaki mendekat. Aku mendongak dan mendapati seorang pria menatapku.

“Kamu sudah sadar?” Suaranya terdengar lembut.

Aku mengangguk, meski tubuhku masih terasa lemah. “Ini di mana?”

“Di perjalanan ke kampungmu,” katanya. “Aku Arif. Aku menemukanmu di kota tadi. Aku diminta untuk mengantarmu pulang.”

Aku menatapnya penuh selidik. Tidak ada yang kukenal dari pria ini. Tapi aku terlalu lelah untuk mempertanyakan lebih jauh. Aku harus menjaga diriku sendiri. Aku harus kuat.

“Kalau mau, duduk di depan saja. Lebih nyaman,” katanya lagi, tersenyum kecil.

Aku terdiam sejenak, lalu memutuskan untuk menurut. Setidaknya, perjalanan ini akan lebih ringan jika aku bisa sedikit beristirahat.

Aku pulang. Tapi, apakah rumah itu masih bisa menerimaku?


Baca selengkapnya di aplikasi KBM APP dengan judul RAHASIA KELUARGA TERLARANG.

Atau klik link berikut ini: https://kbm.id/book/detail/d6b721f7-edf9-1026-13be-d9d86a201b09

 

Posting Komentar untuk "KISAH SEDIH SEORANG PRAMURIA"