Di sebuah ruang wawancara yang tenang di Prancis, pria berambut pendek dengan sorot mata tajam itu akhirnya bicara. Bukan tentang teknologi, bukan tentang Telegram—aplikasi ciptaannya yang mengubah wajah komunikasi global. Tapi tentang sesuatu yang jauh lebih pribadi. Lebih mengejutkan.
"Aku punya lebih dari seratus anak," katanya pelan, hampir tanpa ekspresi.
Nama pria itu: Pavel Durov.
Usianya: 40 tahun.
Kekayaannya: $17 miliar dolar.
Dan ya, dia serius.
Bukan Legenda, Tapi Kenyataan
Pavel Durov bukan orang biasa. Ia disebut “Mark Zuckerberg dari Rusia”, dikenal sebagai sosok jenius, pemberontak, dan eksentrik.
Ia menciptakan Telegram—aplikasi pesan terenkripsi yang kini dipakai oleh ratusan juta orang di seluruh dunia—sekaligus menjadi musuh negara-negara otoriter karena sikapnya yang anti-sensor.
Tapi ternyata, di balik layar server Telegram yang sunyi, Durov sedang membangun sesuatu yang lebih sunyi … dan mungkin lebih abadi: sebuah dinasti genetik.
Anak-anak dari 12 Negara
Dalam wawancaranya bersama media Prancis Le Point, Durov mengaku bahwa ia telah menjadi ayah dari lebih dari 100 anak, tersebar di 12 negara.
Bukan dengan cara konvensional. Tapi lewat program donor sperma, di mana ia secara sadar menyumbangkan benihnya agar digunakan untuk membuahi para ibu dari berbagai penjuru dunia.
Enam anak di antaranya adalah “resmi”, hasil dari hubungan dengan tiga pasangan yang diakuinya. Tapi puluhan—bahkan ratusan—lainnya lahir tanpa publikasi, tanpa sorotan, tanpa nama sang ayah di atas kertas.
Ia menyebut ini sebagai bagian dari rencananya untuk meninggalkan jejak genetik, membangun "legacy biologis" yang tersembunyi namun menyebar.
Warisan 276 Triliun yang Tertahan
Durov tahu, orang akan bertanya: "Untuk apa semua ini?"
Jawabannya: masa depan.
Ia tidak hanya membagikan gen-nya, tapi juga berencana membagi kekayaannya. Total sekitar $17 miliar, akan ia wariskan secara merata kepada semua anak-anaknya.
Namun ada satu syarat keras:
"Mereka tidak akan bisa menyentuh warisan itu selama 30 tahun."
Ia ingin anak-anaknya tumbuh mandiri, bekerja keras, dan membentuk jati diri, tanpa tergoda kemewahan atau merasa superior karena “anak miliarder.”
Gila? Jenius? Atau Eksperimen Sosial?
Sebagian orang menyebutnya gila.
Yang lain menyebutnya visioner.
Apa yang dilakukan Pavel Durov bukanlah hal ilegal. Di banyak negara, program donor sperma memang sah dan diatur secara medis.
Tapi tetap saja, menyebarkan gen sendiri ke puluhan atau ratusan anak, lalu mewariskan kekayaan seperti sedang menjalankan eksperimen sosial global ... jelas bukan sesuatu yang biasa.
Beberapa ahli menyebut ini sebagai bentuk “elite eugenics”, di mana orang-orang kaya dan cerdas mencoba memastikan bahwa gen mereka tetap hidup dan mendominasi generasi masa depan.
Anak-anak Sang Bayangan
Bayangkan di tahun 2055 nanti, seorang pemuda di Brasil, seorang gadis di Turki, dan seorang pengusaha muda di Jepang … akhirnya menyadari mereka adalah saudara.
Mereka punya ayah yang sama.
Namanya Pavel Durov.
Dan mereka sedang mewarisi dunia.
Dunia mungkin mengenal Durov sebagai pendiri Telegram. Tapi mungkin, di masa depan, ia akan dikenang sebagai pendiri keluarga terbesar yang pernah ada—yang tak pernah tinggal serumah.
***
Ngeri, ya? Bagaimana kalau antar saudara itu saling jatuh cinta, menikah, dan punya anak???
Kasus kayak gitu dalam biologi disebut sebagai "konsanguinitas tidak sadar" — ketika dua orang yang nggak tahu kalau mereka sedarah, akhirnya menikah atau punya anak. Dan ini bukan sekadar teori.
⚠️ Risiko Konsanguinitas:
Kalau dua saudara sedarah (apalagi sedarah dekat seperti kakak-adik seayah) menikah dan punya anak, risiko gangguan genetik meningkat drastis, contohnya:
- Kelainan kromosom
- Cacat lahir
- Penyakit genetik yang resesif (contoh: talasemia, hemofilia, dll)
Karena gen yang mirip dari ayah yang sama akan memperbesar peluang penyakit bawaan muncul.
💬 Jadi, Apa Solusi atau Tindakan Pencegahannya?
Ini dia yang jadi masalah besar dari praktik seperti yang dilakukan Pavel Durov:
1. Tidak ada sistem database global donor sperma
Artinya, dua orang anak dari donor yang sama bisa saja bertemu di negara yang berbeda, jatuh cinta, lalu menikah tanpa tahu bahwa mereka saudara.
2. Identitas anonim
Banyak anak hasil donor tidak pernah diberitahu siapa ayah biologisnya, karena aturan di berbagai negara melindungi kerahasiaan donor.
3. Skala internasional bikin makin sulit dilacak
Kalau anak-anaknya tersebar di 12 negara, tanpa catatan resmi publik, mustahil mereka bisa tahu satu sama lain secara genetik… kecuali mereka iseng cek DNA.
😵 Bayangin Ini:
Di tahun 2045, dua anak muda — seorang mahasiswa di Finlandia dan seorang desainer grafis di Argentina — ketemu di komunitas digital, jatuh cinta, dan menikah.
Setelah 3 tahun dan satu anak lahir, mereka iseng tes DNA.
Hasilnya?
“Kalian berdua adalah saudara tiri. Ayah biologis kalian adalah orang yang sama ... Pavel Durov.”
🤯
🚨 Harus Ada Regulasi?
Yup.
Ini bukan cuma fiksi, tapi ancaman nyata di era donor massal dan genetik global. Banyak negara sekarang membatasi jumlah anak dari satu donor sperma maksimal 10–25 anak, dan hanya boleh dalam satu wilayah. Tapi kalau orang seperti Durov bergerak di luar sistem formal dan antarnegara ... itu sangat sulit dikontrol.
🎯 Kesimpulan:
Ya, ngeri banget kalau ini dibiarkan tanpa sistem pelacakan.
Apa yang dilakukan Durov mungkin tampak cerdas atau filosofis, tapi punya konsekuensi genetik dan etika serius.
Risiko incest tidak disengaja itu nyata.
Dan satu-satunya cara mencegahnya adalah membangun transparansi donor sperma, atau ... ya, jangan bikin 100 anak di 12 negara sih. 😅
Posting Komentar untuk " Kisah Pavel Durov dan 100 Keturunannya"
Silakan tinggalkan komen yang beradab dan sopan. Anda sopan saya pun segan.